Pambelum.com, Palangka Raya – Upaya mediasi konflik lahan yang dilakukan Polsek Sabangau Kota Palangka Raya tidak berjalan mulus. Gara-garanya, salah satu pihak tidak membawa dokumen pendukung kepemilikan lahan.
“Mediasi hari ini harus ditunda karena pihak kelompok tani dan kelurahan dari Sabaru tidak membawa dokumen SPT yang menjadi dasar menggarap lahan. Alasannya, menurut mereka undangan dianggap tidak resmi atau tidak tertulis,” kata Kapolsek Sabangau lpda Ali Maffud, Kamis (19/1/2023).
Dalam mediasi beragendakan adu data administratif di kantor Polsek Sebangau, kedua belah pihak yang bersengketa diminta membawa surat menyurat untuk membuktikan kepemilikan lahan. Data yang tertera pada alas hak para pihak rencananya akan dicek secara geospasial.
Namum upaya tersebut tidak dapat dilakukan, karena Kelompok Tani Lewu Taheta dan Lurah Sabaru tidak membawa dokumen-dokumen itu dalam pertemuan tersebut. Padahal permasalahan yang coba diselesaikan dalam pertemuan itu yakni dasar surat kepemilikan yang berbeda, yang menjadi rujukan kepemilikan lahan dari dua kelompok tani.
Dimana diketahui, satu kelompok yakni Poktan Jadi Makmur mendapatkan dasar dari Kelurahan Kalampangan, sementara pihak lain yaitu Poktan Lewu Taheta berpegang pada surat yang dikeluarkan Kelurahan Sabaru dengan objek di lokasi yang sama.
Baik Lurah Kelampangan Yunita Martina dan Lurah Sabaru Achmad Djunaidi, kemudian Kelompok Tani Lewu Taheta dan Kelompok Tani Jadi Makmur yang berseberangan, dihadirkan pada pertemuan itu.
Achmad Djunaidi ditemui seusai mediasi kekeh lokasi yang digarap Poktan Lewu Taheta masuk dalam wilayah administrasinya. Alas hak yang dimiliki oleh Poktan Lewu Taheta, lanjutnya, berupa surat pernyataan tanah yang diterbitkan tahun 2020.
“Kalau data kelurahan itu sejak 2020. SPT Kelompok Tani Lewu Taheta ini kalau menurut kami masih masuk di wilayah kami,” tegas Achmad Djunaidi.
Salah satu anggota Poktan Lewu Taheta yang hadir dalam pertemuan itu, Tarno menjelaskan, lahan tersebut sudah digarap pihaknya dari 2018 lalu. Baru pada 2020 mereka mengurus surat pernyataan tanah.
“Kita mengerjakan lahan dulu baru mengajukan surat. Kalau untuk luasan Pak Daryana yang cukup tahu,” ujar Tarno.
Gunawan yang mengaku sebagai wartawan media Buser dan menyatakan memiliki lahan seluas satu hektar di lokasi tersebut menuturkan, ia ikut menggarap lahan awalnya bersama Alpian Angai. “Kita ikut Alpian waktu penggarapan dan dia (Alpian) mengatakan letak tanah memang disitu,” katanya.
Daryana juga disebut memperoleh lahan yang kemudian digunakan Poktan Lewu Taheta sama dari Alpian. Menariknya, Alpian sendiri telah dinyatakan terbukti bersalah karena memalsukan sejumlah surat hak atas tanah.
Dalam perkara Nomor 349/Pid.B/2020/PN Plk yang diadili PN Palangka Raya tersebut, ia dijatuhi hukuman 3 tahun 6 bulan penjara.
“Menyatakan Terdakwa Alpian Angai Salman Bin (Alm) Angai Salman Rasan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan,” bunyi putusan hakim.
Adapun surat yang dipalsukan tersebut dipakai Alpian untuk mengklaim tanah seluas 10.500 x 750 meter di Kecamatan Sebangau. Selain Alpian, dalam putusan juga tertera nama Ketua Poktan Lewu Taheta Daryana.
Sementara itu, Lurah Kelampangan Yunita Martina tidak ingin mengklaim jika lahan yang digarap Poktan Jadi Makmur yang lokasinya sama dengan yang diklaim Poktan Lewu Taheta masuk dalam wilayah administrasi Kelurahan Kelampangan.
“Nanti saja kita lihat waktu pengecekan di lokasi yang akan kita cocokan dengan peta administasi Kota Palangka Raya,” katanya.