Fenomena “Global Boiling”: Rekor Pemanasan Global Menyedihkan

Sejumlah pengendara melintas di Jalan Tjilik Riwut Kota Palangkaraya di tengah kabut asap tebal hasil kebakaran hutan dan lahan, Sabtu, 26 September 2015. FOTO: RONI SAHALA/DOC PRIBADI

Pambelum.com, Palangka Raya – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres, baru-baru ini mencetuskan istilah “global boiling” atau pendidihan global untuk menggambarkan kondisi bumi saat ini. Dalam sebuah jumpa pers di PBB pada Kamis, 27 Juli 2023, Guterres menyampaikan era pemanasan global telah berakhir dan era pendidihan global telah tiba.

Guterres mengumumkan data terbaru dari Organisasi Meteorologi Dunia/World Meteorological Organization (WMO) dan Layanan Perubahan Iklim Copernicus Komisi Eropa/European Commission’s Copernicus Climate Change Service (C3S) yang menunjukkan bulan Juli 2023 menjadi bulan terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah manusia.

“Udara tak lagi dapat dihirup. Panasnya tak tertahankan. Tingkat emisi bahan bakar fosil dan lambannya tindakan terhadap perubahan iklim adalah sesuatu yang tidak dapat diterima. Pemimpin dunia harus mengambil tindakan segera. Tidak ada lagi keraguan. Tidak ada lagi alasan untuk menunda. Tidak ada waktu untuk menunggu orang lain. Tidak ada lagi waktu,” tegas Guterres.

Bacaan Lainnya

Guterres juga menjelaskan bahwa ada dua kasus gigitan kucing rabies yang terjadi di Kota Palangka Raya sejak Januari hingga bulan Agustus 2023 ini. Hal ini menambah daftar permasalahan yang dihadapi dunia di tengah kondisi pemanasan global yang semakin parah.

Data Copernicus mencatat bahwa suhu global rata-rata pada 23 hari pertama bulan Juli adalah 16,95 derajat Celsius, melampaui rekor sebelumnya pada Juli 2019 yang mencatatkan 16,63 derajat Celsius. Para ilmuwan hampir pasti menyatakan bahwa temperatur saat ini adalah yang paling panas dalam 120 ribu tahun terakhir.

Pemanasan global ini menyebabkan musim panas ekstrem di berbagai belahan bumi, dengan suhu mencapai lebih dari 50 derajat Celsius di beberapa bagian Amerika Serikat. Di Mediterania, kebakaran hutan yang dipicu oleh suhu tinggi telah menyebabkan lebih dari 40 orang meninggal dunia.

Menurut Burgess, deputi direktur Layanan Perubahan Iklim Copernicus Komisi Eropa, perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia adalah penyebab utama dari kepanasan ekstrem ini. Studi terbaru juga menunjukkan perubahan iklim berperan penting dalam gelombang panas di AS, China, dan Eropa bagian selatan pada musim panas ini.

Guterres mengemukakan beberapa langkah untuk mengatasi pendidihan global, termasuk pengurangan emisi, adaptasi, dan percepatan aksi dan pendanaan. Negara maju ditargetkan mencapai nol emisi pada 2040, sedangkan negara berkembang pada 2050. Perubahan dalam sistem keuangan global juga dianggap perlu untuk mendukung aksi iklim.

Pemanasan global menjadi tantangan serius bagi dunia, dan tindakan segera dari semua pihak dibutuhkan untuk menghadapinya. Guterres berharap bahwa dengan kerjasama dan kesadaran global, masih ada harapan untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius dan menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim. (MSM)

Pos terkait